Minggu, 25 Mei 2008

Arti Lambang Sumatera Barat

lamabang provinsi sumatera barat
(Gambar 1.1 Lambang Provinsi Sumatera Barat)

Semboyan: TUAH SAKATO

Tuah Sakato berarti Kesepaktan melaksanakan hasil mufakat atau musyawarah yang merupakan langkah yang bertuah bagi masyarakat Sumatera Barat..

Rumah Gadang
Semangat demokrasi yang menjadi ajang musyawarah masyarakat

Atap Mesjid Bertingkat Tiga
Islam sebagai agama utama masyarakat di Sumatera Barat.

Bintang Segilima
Ketuhanan Yang Mahaesa

Gelombang Laut
Dinamika masyarakat Minangkabau

[kembali ke atas]

Letak Geografis Sumatera Barat

Berdasarkan arah utara ke selatan, Provinsi Sumatera Barat adalah salah satu provinsi yang berada di wilayah tengah Pulau Sumatera. Wilayah provinsi Sumatera Barat meliputi dataran utama di sebelah barat Pulau Sumatera serta beberapa pulau yang termasuk dalam Kepulauan Mentawai, antara lain Pulau Siberut, Pulau Sipora, Pulau Pagai Utara, dan Pulau Pagai Selatan.

Provinsi Sumatera Barat memiliki perbatasan darat dengan empat provinsi. Di sebelah selatan, Provinsi Sumatera Barat memiliki garis perbatasan darat yang panjang dengan Provinsi Jambi dan garis perbatasan darat yang pendek dengan Provinsi Bengkulu. Di sebelah timur, Sumatera Barat memiliki garis perbatasan darat yang panjang dengan Provinsi Riau. Di sebelah utara, provinsi Sumatera Barat berbatasan dengan Sumatera Utara. Garis pantai terdapat di sisi barat, yaitu berbatasan dengan Samudra Hindia. Kota Padang sebagai ibukota Provinsi Sumatera Barat terdapat di wilayah pantai ini. Kepulauan Mentawai yang terdapat cukup jauh di lepas pantai berjajar searah dengan garis pantai daratan utama dan menjadi penghalang terpaan ombak besar dari Samudra Hindia. Ini menyebabkan perairan laut antara Kepulauan Mentawai dan daratan utama provinsi Sumatera Barat merupakan perairan laut yang cukup tenang. Kondisi ini mendukung perkembangan sektor pariwisata dan perikanan di wilayah ini. Perairan tenang dapat dilayari dengan aman serta banyak kehidupan laut menjadikan perairan di wilayah ini sebagai habitat utama.

Bentang darat Sumatera Barat didominasi oleh perbukitan dan pegunungan. Wilayah dataran tinggi dan pegunungan, termasuk kawasan Bukit Barisan merupakan daerah terluas di Sumatera Barat. Sekitar 70 persen bentang darat Provinsi Sumatera Barat merupakan lahan yang tidak datar, Wilayah Sumatera Barat merupakan perbukitan dan pegunungan yang memiliki lereng-lereng yang terjal, terutama lereng-lereng perbukitan dan pegunungan di sebelah barat yang menghadap ke Samudra Hindia.

Rangkaian pegunungan mendominasi wilayah provinsi Sumatera Barat ini ditempati oleh banyak puncak gunung, di antaranya Gunung Gedang, Maitang, Marapi, Pantai Cermin, Pasaman, Tandiket, Tangga, serta Kerinci (3.800 m) yang terletak di daerah perbatasan dengan Jambi dan merupakan gunung tertinggi di Pulau Sumatera. Sedikit lahan yang agak rata terdapat di sebelah timur dan sedikit dataran rendah terdapat di sudut tenggara serta kawasan pesisir pantai yang sempit.

Di wilayah pegunungan di bagian tengah Sumatera Barat terdapat beberapa perairan pedalaman yang menjadi sumber air penting bagi provinsi ini. Dengan luas 13.011 km2, Danau Singkarak yang melintasi wilayah Kabupaten Solok dan Tanah Datar merupakan danau terbesar di Sumatera Barat. Danau Maninjau yang memiliki luas 9.950 km2 terdapat di Kabupaten Agam. Tiga danau lainnya, yaitu Danau Diatas (3.150 km2), Danau Dibawah (1.400 km2), dan Danau Talang (1,02 km2) juga terdapat di Kabupaten Solok.

papatah patitih 2

Pepatah Petitih Minangkabau

Ka mudiak sahantak gala
ka hilia sarangkuah dayuang
sakato lahia jo batin
sasuai muluik jo hati

Ke mudik sehentak galah
ke hilir serangkuh dayung
satu kata lahir dengan batin
sesuai mulut dengan hati

Adat dipakai baru
kain dipakai usang
bacupak sapanjang batuang
baadat sapanjang jalan

Adat dipakai baru
kain dipakai usang
bercupak sepanjang bambu
beradat sepanjang jalan

Labuah luruih jalannyo pasa
labuah luruih nan ka ditampuah
jalan pasa nan ka dituruik

Jalan besar lurus dan jalannya jelas
jalan besar lurus yang ditempuh
jalan jelas yang dituruti

Duduak mampunyoi pamainan
Tagak mampunyoi parintang

Duduk mempunyai permaianan
Tegak mempunyai perintang (waktu)

Sia marunduak sia bungkuak
Sia malompek sia patah

Siapa yang lebih berkehendak
Tentulah dia yang harus mengalah

pepatah petitih minang

Pepatah Petitih Minangkabau

Adat basandi syarak,
syarak basandi Kitabullah
syarak mangato, adat mamakai
camin nan indak kabua
palito nan indak padam

Adat bersendikan agama,
agama bersendikan Kitabullah,
agama mengatakan adat memakai,
cermin yang tidak kabur,
pelita yang tidak padam

Gadang jaan malendo
panjang jaan malindih.

Besar jangan melanda
panjang jangan melindih

Barek samo dipikua
ringan samo dijinjiang
ka bukik samo mandaki
ka lurah samo manurun
tatungkui samo makan tanah
tatilantang samo minum ambun
ka mudiak saantak galah
ka hilia sarangkuah dayuang
maelo karajo jo usao
mairik parang jo barani

Berat sama dipikul
ringan sama dijinjing
ke bukit sama mendaki
ke lurah sama menurun
tertelungkup sama makan tanah
tertelentang sama minum embun
ke mudik sehentak galah
ke hilir serangkuh dayung
menghela kerja dengan usaha
menghela perang dengan berani

Budi jan tajua,
paham jan tagadai
nan kayo iyolah kayo di budi
nan mulieh ilyolah mulieh di basa

Budi jangan terjual
paham jangan tergadai
yang kaya ialah budi
yang mulia ialah basa-basi

Condong mato ka nan rancak
condong salero ka nan lamak
rancak di awak
katuju di urang

Condong mata pada yang bagus
condong selera pada yang enak
bagus untuk kita
disukai oleh orang lain juga


silek [silat]

Silek - Seni Beladiri Minangkabau

Silek adalah nama Minangkabau buat seni beladiri yang ditempat lain dikenal dengan Silat. Sistem matrilineal yang dianut membuat anak laki-laki setelah akil balik harus tinggal di surau dan silat adalah salah satu dasar pendidikan penting yang harus dipelajari oleh anak laki-laki disamping pendidikan agama islam. Silek merupakan unsur penting dalam tradisi dan adat masyarakat Minangkabau yang merupakan ekspersi etnis Minang.

pendekar silek sitaralak
(Gambar 1.1 Pendekar silek aliran Sitaralak dalam posisi kudo-kudo)

Silek sudah merasuk dalam setiap kehidupan sehari-hari dan muncul sebagai unsur penting dalam cerita rakyat, legenda, pepatah dan tradisi lisan di Minangkabau. Ada banyak jenis aliran beladiri silek di Sumatera Barat dan dapat dikatagorikan dalam sebelas aliran silek yang berhasil didata antara lain:

  • Silek Kumanggo
  • Silek Lintau
  • Silek Tuo
  • Silek Sitaralak
  • Silek Harimau
  • Silek Pauh
  • Silek Sungai Patai
  • Silek Luncua
  • Silek Gulo Gulo Tareh
  • Silek Baru
  • Silek Ulu Ambek

Menurut Hiltrud Cordes hanya sepuluh pertama saja yang dapat digolongkan sebagai aliran beladiri silek tetapi silek Ulu Ambek banyak terdapat pada pesisir Pariaman.

Jenis beladiri silek diatas ditemukan dibanyak tempat di Sumatera Barat meskipun banyak jenis lain yang lebih lokal bahkan ada yang hanya terdapat dalam suatu kampung saja dan untuk yang terakhir ini lebih tepat rasanya untuk disebut perguruan silek daripada aliran yang sebagian besar menamakan aliran sileknya dengan nama kampung asal aliran silek itu berasal dan tidak mengasosiasikan diri mereka dengan salah satu aliran diatas, malah beberapa menamakan diri dengan nama yang unik seperti Harimau Lalok, Gajah Badorong, Kuciang Bagaluik atau Puti Mandi.

Metoda Latihan Silek

Silek biasanya dilakukan ditempat yang disebut sasaran, sebuah tempat terbuka atau kosong dan luas yang dekat dengan rumah guru silek. Latihan beladiri silek dilaksanakan pada saat menjelang malam setelah sholat magrib dan berlangsung selama 2-3 jam meskipun kadang sampai tengah malam. Latihan beladiri silek juga dilakukan dengan pencahayaan seadanya seperti cahaya bulan, obor atau lampu minyak tanah. Hal ini dilakukan untuk melatih ketajaman penglihatan dan juga sebagai latihan intuisi. Kadang-kadang latihan silek ini juga dihadiri oleh penghulu desa dan diiringi oleh nyanyian, talempong ataupun saluang. Pakaian silek adalah galembong (celana hitam), taluak balango dan destar.

murid silek sedang latihan
(Gambar 1.2 Murid dari perguruan silek sedang berlatih dimalam hari)

Latihan beladiri silek tidak dilakukan pemanasan seperti aliran beladiri di asia pada umumnya. Dua orang dengan ukuran fisik dan kemampuan tehnik yang sama bermain silek dalam sasaran dengan pengawasan yang ketat dari sang guru dan disaksikan oleh murid-murid yang lain. Permainan silek (demikian sebutan untuk sesi latihan) berlangsung setelah peserta memberi hormat pada guru dan kemudian pada lawan mainnya, setelah permainan usai penghormatan berlangsung sebaliknya. Suasana latihan biasanya santai dan jauh dari kesan formal dimana latihan fisik yang keras bukan prioritas tertinggi.

Waktu rata-rata yang diperlukan untuk menamatkan pendidikan dasar silek adalah 6-8 bulan dan untuk memiliki dasar silek yang baik seorang murid harus belajar secara teratur selama 2-3 tahun. Sedangkan untuk dapat menjadi master atau pendekar dalam beladiri silek diperlukan latihan selama 15 tahun.

Dalam latihan beladiri silek, murid berbaris ataupun membentuk lingkaran dan meniru gerakan dari guru ataupun murid senior. Guru biasanya memberi aba-aba dengan suara atau tepukan tangan untuk menandakan perubahan gerakan yang disebut tapuak. Setelah cukup mahir dengan tehnik dasar, murid disarankan untuk berlatih dengan murid lain yang berbeda ukuran fisik hingga mampu beradaptasi dengan berbagai postur, gerakan dan tingkatan tehnik.

Strategi dasar dari silek ini adalah garak-garik yang dapat diartikan sebagai aksi dan reaksi yang seimbang. Garak-garik dapat dianalogikan seperti permainan catur dimana masing-masing memiliki beberapa pilihan jurus dan harus memilih jurus yang paling efektif untuk dilaksanakan. Masing-masing harus mengantisipasi semua kemungkinan gerakan dari lawan dan mampu memanipulasi lawan untuk mengambil langkah sehingga lawan memiliki lebih sedikit pilihan jurus dan pada akhirnya tidak memiliki jurus lagi untuk dilancarkan. Tetapi tidak seperti catur, dalam beladiri silek waktu adalah hal yang penting, setiap langkah dan jurus harus dilancarkan secara cepat, tepat dan penuh kejutan sehingga lawan gagal mengantisipasinya. Semakin ahli para pemain semakin lama permainan ini berakhir.

Apabila seorang murid telah cukup mahir dalam tehnik maupun fisik serta mampu mendapat kepercayaan dari sang guru maka ia akan mendapat latihan pribadi khusus dari sang guru. Dalam proses mengajarkan pengetahuan khusus ini, murid disumpah untuk menggunakan ilmu beladiri ini untuk kebaikan.

Latihan tingkat lanjut lain berupa mengirim murid kedalam hutan untuk meditasi, menaklukkan rasa takut dan bertahan hidup selama beberapa hari dihutan. Latihan yang kurang berbahaya adalah dengan mengirim murid untuk latih tanding dengan perguruan silat lain.

Aspek Seni dari Silek

Beberapa karakter dari silek membuatnya dapat dilaksanakan seperti tarian karena itu silek sering diiringi oleh musik dan lagu dimana para pemain musik mencocokkan irama musik dengan gerakan para pendekar silek.

latihan silek galombang
(Gambar 1.3 Suasana latihan silek di Minangkabau dalam formasi yang disebut galombang diperagakan oleh murid silek tingkat dasar)

Sebuah karakter unik dari silek adalah barisan melingkar (galombang) yang dipakai saat latihan pada beberapa aliran silek. Setiap peserta latihan melaksanakan gerakan secara simultan sehingga memberikan kesan seperti tarian. Maka tidaklah mengherankan bila seni beladiri silek merupakan asal dari banyak seni tari dan seni teater di Minangkabau seperti randai, tari ratak, tari persembahan dan tari tanduk (tari tanduak).

tarian ratak
(Gambar 1.4 Tarian ratak yang banyak mengambil gerakan silek diperagakan oleh kaum wanita juga)

Cerita menarik tentang pendekar-pendekar silek minang dapat dibaca pada tulisan : Si Pitung dari Padang

pernikahan adat minang

Pernikahan Adat Minang Bayur Maninjau

Di Sumatera Barat, nagari merupakan sebuah wilayah otonom yang bisa saja mempunyai adat yang berbeda dari nagari lain. Apabila terjadi pernikahan antara nagari Minangkabau, maka jalan yang ditempuh adalah melakukan kompromi untuk menentukan pernikahan adat Minang mana yang akan dipakai. Adanya persinggungan antara adat nagari di Minang ini pula yang kemudian melahirkan peraturan baru yang di sesuaikan dengan situasi dan kondisi. Demikian halnya bagi mereka yang tinggal di perantauan. Berikut ini adalah pernikahan adat Minang di nagari Bayur Maninjau sesuai dengan kondisi yang sekarang berlaku di tempat tersebut.

Rosok Aie Rosok Minyak

Istilah ini menggambarkan proses mencari kata sepakat tentang perjodohan sebelum terjadinya pernikahan, khususnya di Nagari Bayur Maninjau, Minangkabau. Apabila seorang anak perempuan telah dewasa dan sudah saatnya berumahtangga, pada saat itulah Bapak dan Ibu mulai berunding dengan mamak (biasanya mamak kanduang} untuk mencarikan jodoh. Mamak adalah Adik atau Kakak dari Ibu. Dalam hal ini berarti tanggungjawab ada dipundak Mamak, sebagai penanggung jawab dalam kaumnya khususnya kemenakan.

Rosok aie rosok minyak mempakan istilah Minang untuk mendatangi pihak calon suami yang akan dijodohkan dengan anak perempuan. Biasanya kegiatan ini dilaksanakan secara sangat rahasia antara pihak keluarga perempuan dengan mamak laki-laki, untuk mencari kata sepakat tentang perjodohan.

Apabila telah mendapat kesepakatan dari kedua belah pihak, maka ditentukan hari baik untuk maantaan tando - mengantar tanda rnelamar. Apabila calon yang dimaksud kebetulan bako (anak saudara ayah yang perempuan) maka diistilahkan dengan kuah talenggang kanasi. Sekiranya yang menjadi calon bukan dari pihak bako istilahnya adalah seperti tapungkang dibalam.

Maantaan Tando

Merupakan prosesi yang dilakukan sebelum pernikahan adat dilaksanakan yaitu mengantarkan tanda pengikat atau pertunangan oleh calon pihak perempuan ke calon pihak laki-laki. Khusus di Nagari Bayur Maninjau bentuk pengikat lazimnya berupa satu buah cincin emas berat minimal 5 gram. Pada saat tersebut juga ditetapkan tanggal untuk menjemput calon mempelai perempuan, untuk datang bertandang kerumah calon pengantin laki-laki.

Manjapuik Calon Minantu

Pihak calon mempelai laki-laki datang kerumah calon mempelai perempuan untuk bertandang dan menjemput calon mempelai perempuan yang akan bermalam 2-3 malam dirumah calon pengantin laki-laki. Selama calon pengantin perempuan tidur dan menginap dirumah pihak laki-laki, maka calon pengantin laki-laki tidak dibenarkan tidur dirumahnya. Dan biasanya calon pengantin laki-laki akan tidur ditempat yang sudah disepakati. Bila malam bertandang ini berakhir maka calon mempelai perempuan diantarkan kembali ke rumahnya dengan memberi tanda mata — biasanya berupa seperangkat baju yang akan dipergunakan pada acara pernikahan adat.

Manakik Hari

Setelah melewati masa pertunangan biasanya 3 bulan atau lebih, sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak, maka akan diadakan acara manakik hari atau acara menentukan hari baik untuk melangsungkan acara pernikahan adat. Pada saat tersebut mulailah disusun serangkaian kegiatan untuk mempersiapkan pesta pernikahan perempuan dengan acara prosesi baduduak.

Prosesi Acara Baduduak

Merupakan rangkaian persiapan dan pelaksanaan pesta pernikahan di kediaman calon mempelai perempuan. Adapun rangkaian prosesi acara pernikahannya adalah sebagai berikut:

Maendang/Manjalang
Prosesi di mana keluarga dari pihak perempuan akan datang ke rurnah calon mempelai laki-laki untuk melaksanakan prosesi adat Manjalang/Maendang. Pada kesempatan tersebut dilakukan pembicaraan guna mencari kesepakatan untuk menentukan kaum kerabat laki-laki yang pantas untuk dijalang atau dijunjungi oleh Anak Dan (calon pengantin perempuan), mulai dari Penghulu, mamak, urang sumando, abang atau kakak dari pihak laki-laki.

Malam Bainai
Menjelang senja sekitar jam 18.00 marapulai (penganten laki-laki) akan mencari teman-teman anak daro untuk diajak bertandang kerumah anak daro untuk melalui proses Adat "Malam Bainai". Pada malam Bainai teman-teman perempuan mempelai perempuan akan bermalam di rumah calon pengantin perempuan untuk memasang inai ditangan sambil bergurau dikawal anak muda yang merupakan teman dari pengantin laki-laki. Prosesi malam bainai akan dimeriahkan dengan segala bunyi-bunyian musik tradisional, sehingga juga disebut dengan malam "bagurau".

Mandoa/syukuran
Dihadiri oleh angku ninik mamak, imam khatib dan tokoh masyarakat untuk mendoakan keselamatan dan kebahagiaan kedua mempelai serta rasa syukur karena telah terjadinya ikatan pernikahan antar anak kemenakan kedua belah pihak. Prosesi ini dilaksanakan di rumah pihak mempelai laki-laki.

Manjapuik Pitih
Pagi harinya akan dilanjutkan dengan prosesi "Manjapuik Pitih". Pada acara ini pihak mempelai perempuan yang terdiri dari pihak sumando manyumando dengan berpakaian adat "kebaya pendek" untuk mengambil kembali tanda pengikat yang diserahkan sebagai tanda pertunangan dahulu.

Selang beberapa jam kemudian pihak pengantin perempuan yang terdiri dari Datuak, Penghulu, Urang samando manyumando, Mamak rumah, lengkap dengan pasambahan kerumah pengantin laki-laki. Dirumah pengantin laki-laki, pihak perempuan akan dinanti dengan jamuan dan hidangan. Selesai jamuan makan maka pihak perempuan akan membawa kembali kedua calon pengantin ke rumah pihak perempuan.

Keindahan Adat tradisi "alua pasambahan" akan merupakan dia­log niniak mamak mempelai laki-laki dan perempuan untuk mem­bawa pasangan pengantin kerumah mempelai perempuan. Prosesi diiringi oleh gemuruhnya tabuah tasa -musik tradisional Minang, seiring dengan kedua mempelai diarak kembali kerumah mempelai perempuan untuk bersanding.

Mancurahkan Makanan
Prosesi berlanjut dengan "mancurahkan makanan" oleh dayang-dayang kepada "pasnaan laki-laki" sebanyak 4 orang. Anak daro duduk menemani suaminya makan bersama, setelah acara makan selesai maka marapulai (pengantin laki-laki) kembali kerumah bersama pasanaannya.

Maantaan Paimbau

Mengantarkan seperangkat kebutuhan anak daro atau marapulai oleh pihak marapulai ketempat anak daro antara lain berupa : selimut, alat kosmetik, baju, kain sarung, handuk, sandal dan payung.

Menjelang tengah malam, marapulai diantarkan kembali oleh pasanaannya kerumah anak daro untuk bermalam. Pengantin perempuan mengadakan jamuan kepada suaminya bersama pas­anaannya sambil bersenda gurau, kemudian dilanjutkan dengan acara mengganti pakaian sebelum masuk ke kamar tidur. Pada keesokan harinya mempelai pria akan keluar kamar dengan menyiramkan minyak wangi kepada pasanaannya dan orang-orang yang menemani tidur dirumah anak daro untuk kemudian kembali pulang kerumah orang tuanya.

Keesokan harinya pukul 08.00 pagi marapulai laki-laki datang kerumah mempelai perempuan untuk melaksanakan acara berdoa.

Selesai berdoa anak daro dan marapulai "Manjalang" kepada kedua orang tua serta keluarga terdekat marapulai.

Sumber:
Majalah Mahligai Edisi Perdana 2006, halaman 60-65

Truly Minangkabau Culture, Art and Style

matrilineal

Matrilineal (Garis Keturunan Ibu)

Suku, atau matriclan, ialah unit utama dari struktur sosial Minangkabau dan seseorang tidak dapat dipandang sebagai orang Minangkabau kalau dia tidak mempunyai suku. Suku sifatnya exogamis, kecuali bila tidak dapat diselusuri lagi hubungan keluarga antara dua buah suku yang senama tetapi terdapat di kampung yang berlainan. Oleh karena orang dari suku yang sama biasanya menempati lokasi yang sama, suku bisa berarti genealogis maupun territorial, sedangkan kampuang tanpa dikaitkan ke salah satu suku tertentu hanya mengandung arti territorial semata-mata.

pakaian adat wanita minang
(Gambar 1.1 Wanita Minang dengan pakaian traditional adat minang, Foto koleksi pribadi Pelaminan Minang Buchyar)

Tiap suku minang biasanya terdiri dari beberapa paruik dan dikepalai oleh kapalo paruik atau tungganai. Paruik dapat dibagi lagi ke dalam jurai dan jurai terbagi pula ke dalam samande (artinya "satu ibu"). Cara pembagian suku di Minangkabau seperti demikian bisa berbeda dari satu daerah ke daerah yang lain. Jurai adalah istilah yang kabur yang mungkin menunjukkan persamaan consanguinealitas saja atau pertalian kelompok di bawah atau di atas tingkatan paruik. Samande, sebaliknya, sukar dipandang sebagai unit yang berdiri sendiri oleh karena dua atau tiga samande bisa sama mendiami rumah yang satu dan sama memiliki harta benda tidak bergerak lainnya; sedangkan segala hal-ihwal yang penting dalam lingkaran hidup (life cycle) tidak dapat diselesaikan oleh anggota-anggota dari samande yang sama (yang biasanya berpusat sekeliling seorang nenek) saja, tetapi harus disampaikan kepada paruik.

Anggota dari paruik yang sama biasanya memiliki harta bersama (harato pusako), seperti tanah bersama, termasuk sawah-ladang, rumah gadang dan pandam pekuburan bersama. Oleh karena 'paruik' berkembang, ia mungkin memecah diri menjadi dua paruik atau lebih, sekalipun masih dalam suku yang satu. Dan dengan berkembangnya suku ia mungkin pula terbagi ke dalam dua atau lebih suku baru yang bertalian.

Dalam sistem keturunan matrilineal/matriahat di Minangkabau ini, ayah bukanlah anggota dari garis keturunan anak-anaknya. Dia dipandang tamu dan diperlakukan sebagai tamu dalam keluarga, yang tujuannya terutama untuk memberi keturunan. Dia disebut samando atau urang samando. Tempatnya yang sah adalah dalam garis keturunan ibunya di mana dia berfungsi sebagai anggota keluarga laki-laki dalam garis-keturunan itu. Secara tradisi, setidak-tidaknya, tanggung jawabnya berada di situ. Dia adalah wali dari garis-keturunannya dan pelindung atas harta benda garis keturunan itu sekalipun dia harus menahan dirinya dari menikmati hasil tanah kaumnya oleh karena dia tidak dapat menuntut bagian apa-apa untuk dirinya. Tidak pula dia diberi tempat di rumah orangtuanya (garis ibu/matrilineal) oleb karena semua bilik hanya diperuntukkan bagi anggota keluarga yang perempuan, yakni untuk menerima suami-suami mereka di malam hari. Posisi kaum laki-laki yang goyah ini yang memotivasi lelaki Minang untuk merantau.

Orang laki-laki biasanya mencari nafkah dengan cara pergi ke pasar menjadi pedagang, atau bekerja sebagai tukang kayu, tukang bajak di sawah, penjahit, pemilik kedai, pegawai kantor, dan sebagainya. Dia bekerja di sawah ladang milik garis-keturunannya atau milik garis-keturunan isterinya hanyalah sambil lalu, jika tidak ada yang lain yang akan dikerjakannya.

Kalau dia memutuskan hendak mengolah tanah dari garis keturunan ibunya untuk mendapatkan sebagian hasilnya, dia biasanya berbuat begitu sebagai seorang penyedua (pekerja bagi hasil), di mana dia menerima hanya sebagian dari hasil, sedangkan bagian yang lain diperuntukkan kepada anggota garis-keturunan wanita yang sebenarnya menjadi pemilik dari tanah tersebut.

Perkawinan, oleh karena itu, tidaklah menciptakan keluarga inti (nuclear family) yang baru, sebab suami atau isteri masing-masingnya tetap menjadi anggota dari garis keturunan mereka masing-masing. Sebab itu pengertian tentang keluarga inti yang terdiri dari ibu, ayah dan anak-anak sebagai suatu unit tersendiri tidak terdapat dalam struktur sosial Minangkabau oleh karena dia selalu ternaung oleh sistem garis keturunan ibu yang lebih kuat. Sebagai akibatnya, anak-anak dihitung sebagai anggota garis keturunan ibu dan selalu lebih banyak melekatkan diri kepada sang ibu serta anggota-anggota lainnya dalam garis keturunan itu. Ikatan yang lemah terhadap si ayah ini bahkan lebih jelas terlihat apabila si lelaki berpoligami, di mana dia bergilir mengunjungi istrinya, dan lebih jarang bertemu dengan anak-anaknya. Ikatan itu tambah berkurang lagi bila perceraian terjadi, dalam keadaan mana dia jarang sekali bertemu dengan anak-anaknya.

Reference:
Dr. Mochtar Naim, Merantau Pola Migrasi Suku Minangkabau, Gadjah Mada University Press, 1984

Sabtu, 24 Mei 2008

lareh

Lareh (Sistem Politik Minangkabau)

Masyarakat Minangkabau adalah sebutan untuk sebuah kelompok masyarakat yang mendiami sebagian besar daerah Propinsi Sumatera Barat yang meliputi kawasan seluas 18.000 meter persegi yang memanjang dari utara ke selatan di antara Samudera Indonesia dan gugusan Bukit Barisan.

Secara jelas batas daerah etnis Minangkabau ini sulit diketahui, bahkan apabila dikaji secara linguistik sama dengan “antah-berantah”. Hal ini disebabkan karena masyarakat Minangkabau lebih banyak melukiskan kondisi dan situasi daerahnya melalui sastra lisan (kaba dan tambo).

Salah satu ciri yang melekat pada masyarakat Minangkabau ini adanya masih kuatnya masyarakat memegang dan menerapkan adat (adaik) yang mereka miliki. Salah satu bentuk ajaran adat tersebut tertuang dalam adat lareh, berupa seperangkat nilai-nilai, norma-norma dan aturan-aturan yang berkaitan dengan nilai-nilai dasar yang mengatur aktifitas dan kehidupan sosial politik masyarakat Minang.

Lareh sebagai “sistem politik”, sering dipakai untuk menyebut aliran pemikiran dua datuak nenek moyang pendahulu masyarakat Minangkabau yaitu Datuak Katamenggungan yang mengembangkan lareh Koto Piliang, dan Datuak Prapatiah Nan Sabatang. Berangkat dari tambo dan mitos yang berkembang dalam masyarakat Minangkabau, Datuak Katamenggungan mengembangkan sistem politik (lareh) Koto Piliang, dan Datuak Prapatiah Nan Sabatang mengembangkan lareh Bodi Caniago.

Lareh Koto Piliang lebih bercirikan “aristokratis”, dimana kekuasaan tersusun pada strata-strata secara bertingkat dengan wewenangnya bersifat vertikal, sesuai dengan pepatahnya manitiak dari ateh (menetes dari atas).

Sementara lareh Bodi Caniago bercirikan “demokratis” dimana kekuasaan tersusun berdasarkan prinsip egaliter dengan wewenang bersifat horizontal, sesuai dengan pepatahnya mambusek dari bumi (muncul dari bawah).

Secara struktural, ajaran kedua lareh ini lah yang akhirnya mempengaruhi pola kehidupan sosial-politik masyarakat Minangkabau di kemudian hari.

Perbedaan antara dua lareh ini disatu sisi telah memunculkan persaingan satu sama lain, bahkan persaingan tersebut telah terjadi sejak dua Datuak-Datuak Katamenggungan dan Datuak Prapatiah nan Sabatang --- mencetuskan adat lareh itu sendiri.

Ini ditandai dengan persaingan antara desa Lima Kaum yang menganut adat lareh Bodi Caniago dengan desa Sungai Tarab yang menganut adat lareh Koto Piliang, yang digambarkan sampai terjadi “perang batu” dan “perang bedil”.

Reference:
Drs. Zainal Arifin, Permusuhan dalam Persahabatan, Budaya Politik Masyarakat Minang Kabau, Univesitas andalas padang